DPR Cecar Kebijakan Diplomatik Kemlu

Senin, 30 Agustus 2010

JAKARTA-Sikap lunak Pemerintah Republik Indonesia atas ulah Malaysia terus mendapat sorotan tajam dari politisi Senayan. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menegaskan ada upaya diplomatik yang tegas dalam upaya membebaskan tiga aparat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Sikap defensif Menlu itu menjadi bumerang karena memiliki perbedaan fakta sebagaimana diungkap tiga petugas DKP.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi I kemarin (25/8), Marty mencoba meyakinkan Dewan bahwa Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal RI di Malaysia telah memberikan perlindungan maksimal kepada tiga DKP yang ditangkap Kepolisan Diraja Malaysia. Melalui Konjen, Kemlu telah memberikan pendampingan terus menerus kepada tiga aparat DKP yang dikurung kepolisian di Johor. “Tidak ada satu menitpun kami buang untuk memberikan perlindungan,” kata Marty.

Dia mengakui, pembebasan tiga petugas DKP itu lambat. Seharusnya, Erwan Masdar, Seivo Grevo Wewengkang, dan Asriadi bisa bebas pada 16 Agustus. Marty sekali lagi membantah jika pembebasan tiga petugas DKP itu merupakan bentuk barter dengan dibebaskannya tujuh nelayan Malaysia. Menurut dia, Kemlu tidak memiliki kaitan apapun dengan keberadaan nelayan yang ditahan. Karena itu, dibebaskannya tujuh nelayan itu di luar kekuasaan Kemlu.
Sementara Jonas Tobby yang langsung melakukan pendampingan menyatakan sempat melakukan protes kepada kepolisian di Johor. Pasalnya, ketiga aparat itu diperlakukan seperti tahanan. Saat ditemui, mereka diborgol dan memakai baju tahanan seperti diperintahkan kepolisian Malaysia. “

Pernyataan Menlu bersama perwakilan RI di Malaysia itu yang mengundang reaksi para anggota dewan. Anggota Komisi I dari FPDIP Tri Tamtomo menilai pemerintah terlalu menyederhanakan masalah. Mantan Ketua Badan Kehormatan itu menyebut setidaknya ada tiga pelanggaran yang dilakukan Malaysia. “Ada pelanggaran lintas batas, menahan petugas, dan pelanggaran HAM,” kata Tri.

Penahanan terhadap petugas itu, kata Tri, melanggar kesepakatan konvensi Wina. Dalam protokol itu, petugas negara di perbatasan memiliki keistimewaan yakni kekebalan hukum. Ini menambah semakin bertubi-tubinya pelanggaran yang dilakukan oleh Malaysia. “Bagaimana penyelesaian pelanggaran tadi,” kata Tri.

Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya masih mempermasalahkan proses barter yang dibantah oleh Menlu. Jika melihat konteks UU Perikanan, seharusnya para nelayan itu patut mendapat pidana kurungan dan denda. Namun, kenyataannya, bersamaan dengan dibebaskannya petugas DKP, para nelayan itu pun dilepaskan. “Ini nuansa barter,” ujar Tantowi.

Enggartiasto Lukito dari Fraksi Partai Golkar menambahkan, pelanggaran yang dilakukan Malaysia sudah berkali-kali dilakukan. Enggar mempertanyakan dasar untuk tetap menyebut Malaysia tetap sebagai negara sahabat. “Bagaimana kalau kita tarik dubes Indonesia, terus kembalikan dubes Malaysia,” desak Enggar. Usulan yang sama juga muncul dari sejumlah anggota Komisi I lainnya. Fayakhun Andriadi menilai ada keterangan berbeda yang disampaikan Marty, dengan keterangan dari tiga petugas DKP.

Fayakhun juga mengomentari nota protes yang disampaikan Menlu kepada Malaysia pada 18 Agustus. Menurut dia, nota protes itu hanya akan menjadi barang usang, seperti delapan nota protes yang disampaikan Menlu sebelumnya. “Sebenarnya apa yang diharap pak Menlu dengan nota protes itu” Bagaimana jika Malaysia menyangkal,” kataaan Enggar. (bay/jpnn)

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda Sangat Berarti Buat Penulis, Agar Penulis Bisa Melengkapi Kekurangan Pada Blog ini.

Post Terbaru